Kendari, Sentralsultra.id – Lembaga Aliansi Indonesia menggelar aksi unjuk rasa di kantor PT Sari Asri Rejeki Indonesia (SARI) yang berada di Perumahan Citra Land Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin 10 Juli 2023.
Dalam aksinya, Lembaga Aliansi Indonesia menuntut agar PT SARI segera membayar ganti rugi tanaman sagu masyarakat yang dirusak akibat aktivitas perkebunan sawit yang dikakukan di wilayah tersebut.
Kordinator lapangan, Fajar dalam orasinya menyampaikan, tanaman sagu di Rawa Tinondo merupakan milik masyarakat pribumi Tolaki Mekongga. Disebutnya, Rawa Tinondo memiliki luas sekitar 3.548,63 hektar yang di dalamnya memiliki 80.000 rumpun pohon sagu. Hal itu dibuktikan dengan adanya pengakuan para tokoh adat/masyarakat melalui surat rekomendasi Majelis Adat Kerajaan Mekongga Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur tentang tanaman rumpun pohon sagu di Rawa Tinondo dengan nomor 01/MADAGA/IV/2018 .
Sejak tahun 1857-1932, tambah Fajar, lahan tersebut diolah oleh nenek moyang komunitas masyarakat Tolaki Mekongga dibuktikan dengan adanya perkuburan Mowii/Lapolaka Wetamari. Hal ini berdasarkan sejarah adat dan masih satu Kecamatan pada zaman dahulu dengan Kecamatan Mowewe sebelum Kecamatan Tinondo, Uluiwoi, Laloae, dan Kecamatan Uesi dimekarkan.
Ia mengungkapkan, pada 22 Maret 2018 lalu telah diadakan pertemuan antara perusahaan perkebunan sawit tersebut dengan perwakilan masyarakat (pewaris) di salah satu hotel di Kota Kendari. Pertemuan tersebut membahas tentang klaim rumpun sagu yang sudah dirusak oleh PT SARI yang terletak di wilayah Weamo, Tawa Tawaro, dan Solewatu.
“Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa poin yaitu pertama, akan diadakan pengukuran lahan yang dianggap lahan warisan. Kedua, setelah dilakukan pengukuran kelompok pewaris membuat legalitas yang disahkan oleh pemerintah. Ketiga, aktifitas perusahaan tetap berjalan seperti biasa dan pihak pewaris menjamin bahwa tidak akan menghalangi aktivitas perusahaan. Keempat, perusahaan akan menyelesaikan permasalah setelah semua legalitas yang menyatakan bahwa pemilik lahan sesungguhnya adalah kelompok pewaris,” ungkap Fajar.
Ketua DPD Lembaga Aliansi Indonesia, Hartawan menambahkan, tuntutan yang disampaikan pihaknya bukan persoalan lahan atau tanah, tetapi menuntut ganti rugi terhadap ribuan pohon sagu yang sudah di rusak oleh PT SARI yang ada di Rawa Tinondo.
“Kami berharap perusahaan agar segera membayar ganti rugi pohon sagu yang sudah dirusak ini, tidak hanya menjanjikan masyarakat sampai berlarut larut. Bahkan persoalan ini sekarang kurang lebih delapan tahun, namun belum juga ada tanda-tanda penyelesaian dari perusahaan,” tegas Hartawan.
Menanggapi tuntutan tersebut, perwakilan perusahaan yang menemui masa aksi menyampaikan, sejak berinvestasi di Sulawesi Tenggara, pihaknya sudah melakukan ganti rugi lahan. Karena itu, pihaknya dengan tegas menolak melakukan ganti rugi lahan lagi untuk kedua kalinya karena lahan tersebut sudah dibebaskan.
“Yang pada intinya kalau memang mereka punya legal standing mereka persiapkan. Kalau pemerintah memfasilitasi untuk berliterasi, kami akan maju, nanti hukum yang akan menentukan siapa pemilik lahan yang sesungguhnya,” tegas perwakilan PT SARI.