Mengenal Kerupuk Sinonggi Khas Suku Tolaki Di Sultra
Sinonggi merupakan makanan khas dari suku Tolaki di Sulawesi Tenggara yang mana terbuat dari pati sari sagu. Suku Tolaki mempunyai tradisi menyantap sinonggi bersama yang juga disebut dengan mosonggi. Bagi masyarakat Suku Tolaki, sinonggi adalah makanan pokok yang saat ini sudah mengalami pergeseran makanan dan bersaing dengan nasi. Sinonggi merupakan makanan pokok Suku Tolaki yang dibuat dari pati sari sagu.
Di Sulawesi Selatan, masakan yang serupa juga di kenal dengan nama kapurung sementara di Kepulauan Maluku disebut sebagai papeda. Walaupun masakan-masakan itu mempunyai kemiripan bahan, namun cara penyajiannya cukup berbeda. Untuk sinonggi, tepung sagu yang telah di masak tidak di campurkan bersama sayur, sambal (“dabu-dabu“), kuah ikan, ataupun bumbu lainnya. Namun tergantung pada selera masing-masing orang. Bagi orang suku Tolaki, sinonggi dulu adalah makanan pokok, namun kini sudah jadi makanan sekunder pengganti beras di masa paceklik.
Sejarah Kerupuk Sinonggi
Meskipun sinonggi adalah makanan khas Suku Tolaki, namun belum ada yang tahu sejak kapan Suku Tolaki mengonsumsinya. Tetapi, makanan ini telah ada sejak ratusan tahun yang lalu layaknya beras. Mitos Tolaki juga menyebutkan bahwa pohon sagu yaitu bahan baku Sinonggi tumbuh dengan sendirinya. Di mana pada perkampungan Kuko Hulu tepatnya di Sungai Konaweha, yang saat ini bernama Latoma Tua.
Baca Juga : Cara Membuat Manu Kinowu Khas Sulawesi Tenggara Yang Enak
Dalam bahasa Tolaki, disebut juga dengan “sowurere“, yang berarti “suatu kampung yang di tumbuhi oleh ribuan pohon sagu”. Lokasinya berada persis di dekat Tongauna, Kecamatan Ulu Iwoi di Kabupaten Kolaka. Versi lain juga menyebutkan bahwa pohon sagu yang tumbuh pada rawa-rawa itu, sebenarnya berasal dari Maluku. Nama sinonggi dipercaya budayawan lokal berasal dari kata posonggi.
Yang mana Posonggi atau o songgi (bahasa Tolaki) adalah alat yang mirip sumpit dan terbuat dari bambu yang sudah dihaluskan. Yang berukuran panjang kurang dari 10 sentimeter. Alat inilah yang dipakai untuk mengambil sinonggi dari tempat penyajian. Dengan cara di gulung, sinonggi kemudian diletakkan pada piring yang sudah di isi dengan kuah sayur dan juga ikan serta bumbu lainnya.
Gulungan sinonggi pada piring lalu dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam mulut memakai alat yang serupa. Dimana berukuran lebih kecil ataupun dengan jari. Sinonggi biasanya tidak di kunyah, namun ditelan secara langsung. Dulu orang tua menyimpan sinonggi di dalam dulang yang dibuat dari kayu. Dulang dalam bahasa Tolaki yaitu “odula“.
Seiring dengan perubahan zaman, sinonggi sudah mulai tidak disimpan dalam dulang kayu tetapi pada baskom. Perubahan ini dipercaya penikmat sinonggi sudah mengurangi kelegitan rasanya yang sangat khas. Begitu juga dengan pemakaian posonggi yang menghilang. Kini orang lebih banyak langsung memakai tangan ataupun menggunakan sendok untuk mengkonsumsi sinonggi sentralsultra.id.